Sejarah Petasan di Dunia Hingga Masuk ke Indonesia

Sejarah Petasan di Dunia Hingga Masuk ke Indonesia

Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa awal mula petasan ditemukan di Cina, meskipun beberapa berpendapat bahwa tempat kelahiran aslinya adalah di Timur Tengah atau India.

Dikutip dari American Pyrotechnics Safety and Education Foundation, diyakini bahwa petasan alami pertama bermula ketika dikembangkan pada abad kedua SM di Liuyang kuno, Tiongkok. Saat itu, petasan berwujudkan batang bambu yang ketika dilemparkan ke dalam api akan meledak dengan keras.

Hal tersebut disebabkan karena adanya kantong udara berongga yang terlalu panas di dalam bambu. Suara dari petasa tersebut dipercaya oleh masyarakat Cina saat itu untuk mengusir roh jahat karena suaranya yang begitu merdu.

Lalu mengutip Livescience, alkemis Cina mulai mencampurkan potasium nitrat, belerang, dan arang untuk menghasilkan bubuk serpihan hitam selama periode 600-900 M. Formula itulah yang saat ini disebut dengan bubuk mesiu pertama. Masih sama dengan sebelumnya, bubuk mesiu dituangkan langsung ke dalam batang bambu berlubang hingga membentuk kembang api buatan.

Padahal tujuan awal para alkemis Cina ialah mencari resep hidup abadi, tetapi formula tersebut nyatanya mengubah dunia hingga saat ini. Bahkan pada abad ke-10, orang Cina memakai bubuk mesiu sebagai alat perang mereka dengan menempelkan petasan ke panah yang mereka tembakkan ke musuh.

Lalu pada era Dinasti Sung (960-1279), pendeta bernama Li Tian mengembangkan bubuk mesiu di dekat kota Liu Yang di Provinsi Hunan. Ketika itu, pabrik petasan mulai didirikan dan menjadi awal mula pembuatan kembang api secara massal. Sampai sekarang Provinsi Hunan masih dikenal sebagai produsen petasan dunia.

Tradisi petasan akhirnya menyebar ke seluruh belahan dunia dan mulai digunakan dalam perayaan pernikahan, kemenangan peran, hingga upacara keagamaan. Termasuk masuknya petasan ke Indonesia, yang diduga kuat disebarkan oleh para pedagang Cina di Nusantara.

Namun VOC melihat petasan sebagai sumber bahaya hingga akhirnya mengeluarkan larangan menggunakan petasan pada 1650. Alasan lainnya karena VOC menjadi sulit membedakan antara suara ledakan suara senjata api atau petasan itu sendiri.

Setelah kemerdekaan, pemerintahan Hindia Belanda masih ikut campur dalam larangan penggunaan petasan. Tapi kebiasaan membakar petasan tetap saja sulit terbendung, terlebih saat perayaan Tahun Baru, Imlek, dan Lebaran, juga dalam tradisi masyarakat.

Berdasarkan laporan datatempo.co, Gubernur Jakarta Ali Sadikin sempat menyulut petasan sebagai tanda dimulainya pesta petasan pada malam tahun baru 1971. Sayangnya, banyak korban berjatuhan dari warga lokal hingga internasional. 

Alhasil, Presiden Soeharto kemudian turun tangan, mengeluarkan serangkaian larangan dan instruksi khusus soal petasan. Hanya petasan jenis "cabe rawit" dan "lombok merah" yang diperbolehkan; itu pun harus bikinan dalam negeri-dengan alasan menghemat devisa negara.

Hingga kini, petasan masih banyak diperjualbelikan. Bahkan banyak polisi melakukan razia petasan yang tidak mengantongi izin dari badan usaha berbadan hukum dan kepemilikannya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.