DAKON PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN NILAI FILOSOFI

DAKON PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN NILAI FILOSOFI

Dakon merupakan permainan tradisional yang bisa dimainkan oleh semua orang, baik anak laki-laki, perempuan atau orang dewasa.  Permainan Dakon juga telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) di tahun 2019. Permainan itu terbuat dari kayu dengan panjang 50 cm, lebar 20 cm dan tebal 10 cm. Dibagian atas kayu diberi lubang 5 cm dengan diameter 3 cm di dalamnya. Jumlah lubangnya minimal ada 12 buah, dengan biji dakon berupa sawo kecil, sawo manila atau kelereng kecil (kecik). Jumlah pemain Dakon minimal berjumlah 2 orang, dimana mereka bermain secara bergilir sesuai kesepakatan bersama.

Sejarah Dakon sendiri tidak diketahui pasti kapan munculnya. Menurut RA. Maharkesti, BA (1999/2000) dalam Laporan Penelitian Jarahnitra menyebut ada tiga versi. Pertama Dakon masuk kraton sejak kejayaan Majapahit, tepatnya di pemerintahan Ratu Kencana Wungu, karena ada satu cerita yang menyebut bahwa Ratu tersebut suka bermain dakon.

Versi kedua di masa Belanda, Dakon disebut mbedhil (senapan/meriam), dimana di masa perlawanan Sultan Agung untuk mengimbangi kekuatan lawan. Para prajurit Mataram yang kebanyakan dari golongan petani giat berlatih bedhil dan disela-sela istirahatnya bermain tradisi mereka, termasuk Dakon. Sehingga permainan itu masuk ke lingkungan kraton.

Versi ketiga, permainan Dakon dibuat oleh Ki Buyut Manggal dari lereng Gunung Lawu. Ki Buyut Manggal merupakan seorang guru ilmu gaib dan meramal nasib seseorang dengan main dakon dari kayu sawo, sehingga diberi nama Gus Gamplong.  RM Gandakusuma (KGPAA Mangkunegara IV) sempat menjadi muridnya saat itu, hingga usai belajar, memohon izin untuk membawa Gus Gamplong. Sejak itu permainan Dakon masuk Pura Mangkunegaran dan digunakan sebagai permainan para putri yang menunggu giliran menari.